Sunday, June 3, 2012

We Can Change The Future..



Alksah hidup lah seorang peramal terkenal bernama Chen Pau Lie dan seorang anak laki – laki tunggalnya bernama Chen Wen Cien disebuahkota kecil di China selatan.

Pak Lie umurnya sudah 60 tahun dan anaknya baru berumur 19 tahun sedangkan istri dari Pak Lie telah meninggal waktu Wen Cien berumur 15 tahun, bapak dan anak ini hidup dengan serba bercukupan maklum, Pak Lie selain menjadi peramal terkenal dan ramalannya selalu tepat dia juga adalah tabib terkenal juga, tugas Wen Cien setiap pulang sekolah adalah meracik obat – obatan di apotik mereka bersama 2 orang pembantunya, sementara Pak Lie sibuk melayani pasien yang sangat banyak setiap hari.

Begitulah keseharian bapak dan anak tersebut, Pada suatu malam iseng – iseng Pak Lie meramal nasib anaknya, alangkah terkejutnya Pak Lie melihat hasil dari ramalan itu, ternyata Wen Cien anak kesayangannya tidak berumur panjang dan meninggal di usia yang sangat muda yaitu pada umur 20 tahun. Pak Lie sangat terpukul dan Pak Lie tidak bisa menerima kenyataan ini, keesokan harinya pagi – pagi buta Pak Lie pergi ke gunung menemuai gurunya, Pak Lie berharap ramalannya salah.

Tapi apa mau di kata guru Pak Lie juga mengatakan hal yang sama, dengan langkah yang gontai, Pak Lie pulang kembali ke rumah. Sesampainya di rumah Pak Lie terus melamun “Kenapa anak yang begitu baik  harus mati muda, siapa lagi penerusku, buat apa hartaku berlimpah tetapi anak laki – laki ku satu – satunya tidak dapat ku pertahankan dan akan mati muda" gumannya dalam hati. Pak Lie tidak sanggup melihat anak kesayangannya meninggal dihadapannya.

Pak Lie pun memanggil Wen Cien "Anak ku kamu sudah dewasa, menurut adat nenek moyang kita kamu harus pergi berkelana mencari ilmu, kini waktunya telah tiba anakku" kata pak Lie sambil meneteskan air mata, sebenarnya tidak ada adat seperti itu dalam keluarga, ini hanya ide dari Pak Lie karena dia tak mau melihat anak kesayangan meninggal di hadapannya.

Wen Cien pun bertanya "Kenapa papa menangis, jika rasa papa berat kita langgar aja adat keluar kita itu, lagian siapa yang membantu papa nanti" Pak Lie pun tersadar dan pura –pura tegar dihapusnya air matanya "Anak ku adat tidak boleh dilanggar dan kamu jangan kawatirkan papa, kan ada 2 pembantu kita yang setia mendampingi papa, besok pagi – pagi kamu sudah harus berangkat anakku "

Keesokan paginya Wen Cien pun berangkat dengan bekal dan uang yang cukup banyak karena Pak Lie tahu anaknya tak akan kembali lagi, sebagian uang tabungan Pak Lie di serahkan kepada anaknya, Pak Lie berharap anaknya dapat menikmati sisa hidupnya.
Hari berganti bulan, bulan berganti tahun Pak Lie pun kembali tegar meskipun kadang – kadang Pak Lie bersedih bila teringat pada anak kesayangannya itu. Setelah kepergian Wen Cien, Pak Lie pun menjadi seorang dermawan yang baik hati, baginya harta tidak penting lagi, Pak Lie selalu memberi pengobatan gratis terhadap pasien – pasiennya yang kurang mampu juga terhadap ke 2 pembantunya, Pak Lie sudah menganggap mereka sebagai anaknya sendiri, setiap ada kegiatan sosial, Pak Lie selalu menyumbang.

Pada suatu malam setelah berhenti hujan yang begitu deras pintu rumah Pak Lie diketuk oleh seseorang berkali – kali, Pak Lie pun bergegas keluar dari kamar, Pak Lie menebak pasti ada orang yang butuh pertolongan, Pak Lie pun segera membukakan pintu, Alangkah terkejutnya Pak Lie, Pak Lie gak percaya orang yang berdiri di hadapannya dengan seragam pengawai pemerintahan

“A cien.....Acien anakku...benarkah itu...." teriak Pak Lie dengan bibir yang bergetar dan mengucek - ngucek matanya
"Benar pak, ini saya anak papa" jawab pemuda itu
Lalu mereka pun berpelukan rindu bertahun – tahun  tidak bertemu, tapi dalam benak Pak Lie berkata "Ini tidak mungkin ....ini tidak mungkin...bu ke neng..." di usap – usapnya wajah pemuda itu Pak Lie masih gak percaya jika itu Wen Cien anaknya atau ini arwahnya sebab seharusnya Wen Cien telah meninggal beberapa tahun yang lalu.

Keesok harinya Pak Lie masih penasaran dan tidak percaya jika anaknya masih hidup, Pak Lie pun Bergegas pergi kegunung bersama Wen Cien untuk menjumpai gurunya.
Sesampai di pedepakan gurunya, setelah memberi hormat Pak Lie pun langsung berkata " guru ramalan kita udah salah guru. Lihat Wen Cien anakku masih hidup dan sekarang menjadi pejabat "
"Ehmmmm...tidak mungkin...tidak mungkin " sambil tangannya menghitung – hitung
"Ini tidak mungkin... semua hitungan kita benar...ada apa ini? " guru Pak Lie menggeleng – gelengkan kepala sambil mengelus janggutnya yang panjang.
Akhirnya guru Pak Lie pun mengintrograsi Wen Cien "Nak coba katakan pada kakek guru apa yang kamu lakukan setelah meninggalkan rumah",
Wen Cien pun bercerita, Ketika dia pergi dari rumah, dia merasa tidak ada tujuan dan akhirnya beristirahat di setiap kota dan keesokan harinya ia kembali melanjutkan perjalanan. Hingga pada suatu hari, ia tiba di sebuah tepi sungai dan melihat seorang ibu beserta 3 orang anaknya yang masih kecil akan melompat ke sungai yang dalam dan ia pun bergegas menahan ibu itu agar tidak melompat ke sungai tersebut.
Wen Cien pun berkata "Kenapa ibu mau bunuh diri? lagian kenapa anak –anak juga akan ibu bunuh? apa yang terjadi ibu?"

Ibu itu menjawab "Suami ku baru aja meninggal, rumah serta ladang kami di sita oleh tengkulak, sekarang kami tidak memiliki apa – apa lagi, sebenarnya saya hanya ingin bunuh diri sendirian karena tidak tahan lagi menanggung beban yang sangat berat, tetapi jika saya meninggal anak – anak bagaimana? siapa yang memelihara mereka? jadi mereka saya bawa serta "

Mendengar cerita itu, Wen Cien tergugah hatinya dan memberikan uang yang cukup banyak kepada ibu itu
"Bu ini ada sedikit uang semoga bisa meringankan beban ibu” ucap Wen Cien
"Wah ini terlalu banyak anak muda" jawab ibu itu
"Tidak bu, saya juga minta izin tinggal bersama ibu karena di sini saya tidak punya saudara" saut Wen Cien.

Wan Cien pun tinggal bersama ibu itu dan membantu mengembangkan usaha keluarga ibu itu. Kehidupan mereka pun sekarang jauh lebih baik dari waktu suaminya masih hidup. Dan pada suatu hari ada pengumuman dari kota bahwa ada penerimaan pejabat negara. Wen Cien pun ikut ujian dan akhirnya lulus dengan nilai yang sangat baik serta di terima menjadi pejabat negara" 
Mendengar cerita Wen Cien, Pak Lie dan gurunya termenung sejenak sambil jari – jari  mereka menghitung – hitung
"Aha....ternyata Nasib bisa dirubah" celoteh guru Pak Lie .

Ternyata nasib bisa dirubah itulah kenyataannya, Wen Cien dan Pak Lie telah merubah nasib mereka dengan berbuat kebajikan.

PESAN MORAL :
“ALANGKAH BAIKNYA JANGAN TERLALU MEMPERCAYAI SEBUAH RAMALAN, KARENA SEMUA MASA DEPAN DALAM HIDUP KITA BISA DIRUBAH TERGANTUNG DARI SIKAP KITA SAAT INI… “

KEEP SPIRIT FOR YOUR LIFE BROTHER.. ^^ 

No comments:

Post a Comment

Bagaimana menurut pendapat anda?